Minggu, 27 Mei 2012

MINGGU PRAPASKAH II: PENGALAMAN PUNCAK (Oleh: Erick M. Sila)

Minggu, 4 Maret 2012 Bacaan I : Kej 22:1-2.19a:10-13.15-18 Bacaan II : Rm 18:31b-34 Injil : Mrk 9:2-10 Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, berada di puncak sebuah gunung yang tinggi sungguh menjanjikan sebuah kenikmatan tersendiri. Walaupun dengan susah payah untuk mencapainya, kita tetap berusaha untuk mencapai puncak gunung itu. Keletihan akan sirna apabila kita telah mencapai puncak. Dari ketinggian, kita dapat melihat keindahan alam yang terhampar luas di bawah sana. Keindahan terbentuk akibat percampuran aneka warna dan bentuk. Semuanya berpadu dalam satu keindahan yang menakjubkan. Pengalaman puncak dapat membuat orang tidak mau turun lagi. Hal ini disebabkan karena keindahan, ketenangan dan kesejukan, diberikan di sana tanpa batas. Di puncak orang akan jauh dari segala kegelisahan. Akan tetapi, mau tidak mau kita harus turun lagi. Kita tidak bisah tinggal tetap di atas. Walaupun demikian, pengalaman indah yang singkat itu cukup memberikan kekuatan kepada kita untuk turun dari gunung dan melanjutkan perjalanan hidup di lembah kehidupan. Di atas gunung Yesus berubah rupa disaksikan oleh para murid (Petrus, Yakobus dan Yohanes), dan pakaian-Nya putih bewrkilauan. Warna putih di sini menunjukkan warna kemuliaan Tuhan yang meraja. Penginjil melukiskan Yesus sedang berbicara dengan Musa dan Elia. Musa melambangkan perjanjian antara Allah dan umat-Nya, sedangkan Elia adalah seorang nabi yang memperkenalkan Mesias kepada bangsa Israel (termasuk kita). Keduanya membuka jalan yang kedatangan-Nya menjadi pemenuhan bagi kerinduan mereka. Perubahan rupa Yesus menandakan bahwa zaman baru, zaman kebenaran dan keselamatan telah datang. Itulah kebangkitan: Paskah Yesus. Ketiga murid, Petrus, Yakobus dan Yohanes mendapat anugerah istimewa untuk menyaksikan pewahyuan agung tersebut. Mereka senang, antusias, bahkan mau mempertahankan, dan menikmati terus keadaan tersebut. Tetapi sebtulnya di balik itu, mereka belum menangkap rahasia agung Sang Mesias. Karena dalam suasana ketakutan, mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka perbuat. Maka Petrus berkata: “Rabi… baiklah kami dirikan tiga kemah…”. Kemuliaan Yesus dipahami secara sepihak. Para murid lebih suka mengikuti Yesus yang mulia dari pada berjerih payah bersama Yesus meniti Jalan Salib. Yesus melihat bahwa bagi para murid peristiwa itu tidak akan sia-sia sepenuhnya. Dalam suasan itu terdengarlah suara: “Inilah Anak yang Ku kasihi, dengarkanlah Dia”. Pernyataan inilah yang menbuat pewahyuan itu menjadi kenangan bagi para murid. Para murid tetap mengikuti Yesus sampai selesai. Kemudian Yesus mengajak para murid untuk turun. Yesus menyadarkan mereka bahwa kini saatnya untuk turun, belum saatnya untuk naik. Turun berarti kembali ke dalam hidup sehari-hari yang biasa. Kembali kepada kerendahan seorang Hamba Yahwe yang terus bergerak menuju jalan salib penderitaan-Nya. Untuk itulah Yesus melarang mereka untuk tidak memberitahukan apa yang telah mereka lihat kepada siapapun, karena saat-Nya belum tiba. Inilah pertobatan dan kesaksian perubahan kita. Dengan mendengarkan Allah yang bersabda lewat hidup kita setiap hari, kita berharap makin dekat dengan-Nya. Marilah kita berseru bersama Samuael ketika Allah mendatangi dan memanggilnya: “bersabdalah, Ya Tuhan, hambamu mendengarkan”. (1 Sam 3:9-10). AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar