Minggu, 27 Mei 2012
MINGGU ADVEN IV: MENJADI SEORANG HAMBA (Oleh: Erick M. Sila)
MINGGU, 18 DESEMBER 2011
Bacaan I : 2 Sam 7:1-5,8b-12,14a,16
Bacaan II : Rm 16:25-27
Injil : Luk 1:26-38
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, sebagai mahasiswa sekaligus frater, saya pernah mengalami rasa malas dalam belajar, kadang bersemangat, kadang kurang bergairah dalam pelayanan. Sore itu saya merasakan tingginya semangat belajar dan besarnya semangat pelayanan. Pada waktu yang sama kebetulan salah seorang frater mengalami demam tinggi dan harus dibawa ke rumah sakit. Frater tersebut adalah satu angkatan saya. Saya menghadapi pilihan yang sama-sama kuat: mau belajar atau merelakan waktu untuk mengantar frater tersebut ke rumah sakit. “Kan masih banyak frater yang bisa mengantarnya ke rumah sakit” pikirku dalam hati.
Pertimbangan dari salah seorang teman mengarahkan saya untuk ikut mengantar frater yang sakit itu ke rumah sakit. Saya ingin sedikit mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain. Maka, sore itu aku bersama beberapa teman mengantar saudara yang sakit tersebut ke rumah sakit.
Setelah pulang dari rumah sakit, aku dan salah seorang frater diminta mengantarkan computer komunitas yang rusak ke tukang reparasi. Apa yang kemudian terjadi? Karena suatu alasan, ternyata komputer itu tidak dapat diperbaiki juga. Kami merasa melakukan pekerjaan yang sia-sia meski sudah mengorbankan banyak waktu.
“Tuhan apa sih mau-Mu? Engkau ingin aku berani berkorban untuk kepentingan yang lebih baik, tetapi apa hasilnya?” keluh saya. Namun sewaktu melangkah gontai kembali ke kamar, saya seolah mendengar suara lembut, “lho, Aku tidak meminta kamu berhasil kan? Aku Cuma meminta kamu melakukan kehendak-Ku. Soal hasil itu urusan-Ku…”.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, saat itulah saya merasakan Bunda Maria sungguh menjadi guru dalam menerima dan melakukan kehendak Allah. Allah tidak pernah menjanjikan hasil. Ia hanya punya suatu rencana dan meminta semua orang bekerja sama dengan-Nya. Allah meminta ketaatan dan kerelakan kita untuk melakukan kehendak-Nya.
Allah tidak meminta Maria menjadi ibu yang sukses. Allah hanya meminta maria untuk mengandung dan melahirkan putera-Nya. Maria menghayati panggilan itu dari awal hingga akhir. Karena itu, Allah menghargai kesetiaan dan kerelaannya.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus, demikian juga dalam hidup kita. Kitapun diajak untuk pertama-tama percaya kepada-Nya. Ia mengajar kita untuk tidak terpancang pada sukses. Sebaliknya, kita diajak untuk terbuka akan suatu rahmat yang tak terbatas karena kesetiaan yang kita perjuangkan. Mari kita percaya bahwa Allah membuat sesuatu rencana yang jauh lebih besar dari pengertian kita.
Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasi dalam Kristus, Semoga, dengan kesetiaan Bunda Maria dalam menjawab panggilan Allah yang ditunjukkan dalam Injil hari ini, menyadarkan kita orang yang kurang setia dan kurang taat ini. Semoga hari demi hari, kita semakin setia dengan tugas panggilan kita masing-masing, bukan untuk mengejar sukses melainkan mengejar rahmat yang tak terbatas yang telah Ia berikan kepada kita. Allah sanggup melakukan lebih dari apa yang kita pikirkan. Amin.
•Refleksi:
Mengejar kesuksesan dalam hidup adalah fenomena umum yang kita jumpai dalam setiap kegiatan hidup manusia. Manusia sering kali lebih mementingkan diri sendiri daripada memperhatikan sesamanya. Keegoisan semacam ini adalah masalah yang juga dialami oleh umat beriman Kristiani. Hal ini nampak sekali di stasi tempat dimana saya mengadakan kerasulan.
Banyak umat lebih mementingkan kerja dari pada datang ke gereja setiap hari Minggu. Bagi kebanyakan umat, kerja lebih penting. Kesuksesan dan gengsi adalah yang paling utama. Berangkat dari fenomena umat tersebut, saya mencoba menyusun sebuah renungan yang kiranya dapat menyadarkan umat untuk lebih mengejar hal-hal yang kekal dan bukan yang sifatnya sementara saja.
Tokoh yang menjadi teladan dalam Injil hari ini adalah Bunda Maria. Semoga teladan ketaatan yang ditunjukkan Bunda Maria dalam Injil hari ini, menyadarkan kita untuk tidak terpancang pada sukses saja, melainkan, diajak untuk terbuka akan suatu rahmat yang tak terbatas karena kesetiaan yang diperjuangkan. Namun sebelum sabda Allah ini sampai kepada mereka, pertama-tama harus menyadari bahwa saya adalah calon imam dan itu adalah tanggung jawab saya untuk mewartakan sabda Allah. Tuhan yang harus menjadi nomor satu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar