Minggu, 27 Mei 2012

MINGGU PRAPASKAH IV: ANAK MANUSIA YANG DITINGGIKAN (Oleh: Erick M. Sila)

Minggu, 18 Maret 2012 Bacaan I : 2 Taw 36:14-16.19-23 Bacaan II : Ef 2:4-10 Injil : Yoh 3:14-21 Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Injil hari ini mengajak kita untuk ikut mengalami apa yang dirasakan oleh Nikodemus. Dengan demikian, kita dapat mengikuti pembicaraan dengan Yesus sendiri. Yesus menegaskan bahwa hanya orang yang dapat dilahirkan kembali yang dapat melihat kerajaan Allah. Pewartaan Yesus dengan melakukan banyak mujizat tidak lain adalah ingin menyatakan kerajaan Allah. Tentu kita bertanya-tanya, bagaimana orang setua saya dapat lahir kembali? Tentunya kita tidak boleh berpikir secara harafiah. Yang dimaksudkan Yesus mengenai kelahiran kembali ialah lahir kembali secara rohani. Untuk mengalami bagaimana hidup di dalam roh, jalannya ialah hidup setia di dalam Yesus. Dalam bacaan-bacaan yang baru saja kita dengar, dikatakan bahwa di padang gurun, Musa meninggikan ular tembaga agar orang-orang Israel yang memandang ular tersebut selamat dari pagutan ular-ular tedung yang didatangkan Allah kepada mereka. Allah menimpakan murka ini kepada bangsa Israel karena dosa pemberontakkan mereka. Ular yang ditempatkan di taman Eden merupakan lambang iblis yang menjanjikan kehidupan kepada Adam dan hawa tetapi membawa kematian. Maka, sekarang Yesus, Putera Allah sendiri, melaksanakan lambang itu di salib sebagai tanda kematian. Namun, Ia tidak tinggal saja dalam kematian itu, tetapi Allah telah membangkitkan dia dari antara orang-orang mati. Barang siapa yang memandang Dia dengan penuh kepercayaan akan ikut ambil bagian dalam kemenangan atas maut dan memiliki hidup sejati karena Dia. Kehidupan baru yang berasal dari Allah. Kehidupan itu hanya diberikan karena kematian Putera-Nya yang diangkat tinggi-tinggi di kayu salib. Yesus pun mengatakan bahwa Ia harus “ditinggikan” jika dunia ingin diselamatkan dari maut. Kehidupan ilahi yang diterima manusia berkat kematian Yesus dan hidup setia di dalam iman merupakan dua kekuatan yang menghasilkan keselamatan. Dengan demikian juga jalan bagi setiap orang menuju kerajaan Allah semakin terbuka lebar. Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Orang Isael yang telah dipagut ular harus memandang kepada ular tembaga agar bisa selamat. Manusia yang terluka akibat dosa harus memandang kepada salib Tuhan, menyesali dosanya dan bertobat. Memandang salib Tuhan berarti menyadari apa yang telah kita lakukan selama ini. Dengan demikian, kita berusaha memperbaharui diri dengan memohonkan bantuan rahmat dari Tuhan. Dalam masa prapaskah ini, kita diberi kesempatan untuk melihat kembali, bukan saja melihat Dia yang ditinggikan di salib, melainkan kita harus percaya kepada-Nya agar kita dapat memperoleh hidup yang kekal. Percaya berarti kita harus meninggalkan cara hidup yang lama dan mengenakan cara hidup yang baru di dalam Kristus Yesus. Untuk mencapai tanah air terjanji, kita harus tetap mengarahkan pandan kita kepada salib dengan penuh iman, tetap berharap akan kedatangan-Nya dan tentulah dengan hidup di dalam kasih Tuhan. Pada salib kita memandang kasih Allah. Lewat sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus menunjukkan betapa besar kasih Allah itu kepada kita umat-Nya. Salib adalah lambang cinta sejati, kerendahan hati, dan rela berkorban. Cinta sejati: “Karena begitu besar cinta Allah akan dunia ini, maka Ia mengaruniakan Putera-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia”. Rela berkorban: “Tiada kasih yang lebih besar dari kasih seorang sahabat yang rela mengorbankan diri-Nya demi sahabat-sahabatnya”. Krendahan hati: ”Ia mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia”. Sungguh luar biasa bukan? Percaya kepada Yesus berarti membuka hati, menerima kasih dan kurban Allah. Hanya dengan membuka hati, Yesus dapat tinggal di dalam hati kita. Dengan demikian, kasih dari Yesus sendiri yang ada dalam hati kita, mendorong kita untuk percaya dan mengasihi Allah. Maka kita pun akan semakin berani dan dikuatkan untuk menjadi pewarta-pewarta Injil Allah di tengah dunia. Barang siapa memilih Allah, dia akan diangkat menjadi anak Allah oleh Putera-Nya. sebaliknya, barang siapa tidak memihak Allah, ia sendiri tidak mengambil bagian di dalam Putera. Maka dengan demikian, ia akan jauh dari Allah dan Kerajaan-Nya. Nah…, mana yang kita pilih, memihak Allah atau memihak setan? Marilah kita merenungkan pertanyaan ini selama masa tobat kita. Semoga. AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar